Hoaks VS Jurnalisme Presisi


Halo Sobat Netizen!
Kali ini saya akan berbagi ilmu yang telah saya dapat dalam kegiatan yang saya ikuti beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 3 Mei 2018, yaitu adalah seminar anti hoaks yang berjudul Hoaks VS Jurnalisme Presisi

Seminar ini diadakan oleh Kompas dan berlokasi di Telkom University, tepatnya di Aula Fakultas Industri Kreatif Gedung Sebatik Lantai 5. Seminar ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Bapak Ismail Fahmi dan Bapak Sutta Dharmasaputra.

Oke sobat netizen. Seperti yang kita tahu, pada saat ini banyak sekali berita hoaks yang berserakan di masyarakat. Penyebaran hoaks pada saat ini dinilai 10x lebih cepat dibanding penyebaran berita yang sebenarnya. Hal ini dibantu dengan kemajuan teknologi yang cukup pesat, sehingga berita hoaks lebih mudah tersebar. 

Lalu, mengapa berita hoaks saat ini bisa tersebar dengan mudah? Bapak Ismail Fahmi mengutarakan bahwa, selain dibantu dengan kemajuan teknologi, ternyata berita hoaks lebih mudah tersebar karena karakter manusia yang menyukai berita hoaks. Secara psikologis, manusia menyukai dan sangat tertarik dengan berita-berita hoaks, sehingga manusia cenderung lebih suka membaca berita hoaks daripada berita yang sebenarnya.

Pada saat ini, setiap orang dapat dengan mudah membuat dan menyebarkan berita yang dia buat sendiri. Hal ini mungkin tidak akan menjadi masalah bagi sebagian orang. Tetapi hal ini menjadi masalah apabila penulis berita tidak memperhatikan kode etik jurnalistik, sehingga berita yang disajikan oleh penulis berita berpotensi menjadi suatu hal yang cukup berbahaya bagi publik. Penulis berita yang tidak memperhatikan kode etik jurnalistik berpotensi untuk menyebarkan berita-berita hoaks, yang tentunya akan cukup meresahkan apabila dibaca oleh masyarakat.

Hal ini cukup terlihat di media sosial. Media sosial memainkan peran penting dalam penyebaran berita hoaks. Menurut data yang ditampilkan oleh Bapak Sutta Dharmasaputra, sekitar 46,6% berita hoaks yang tersebar di media sosial merupakan berita yang sangat meresahkan bagi masyarakat. sedangkan 38,7% berita hoaks yang tersebar merupakan berita yang meresahkan. Ditambah dengan masih banyaknya pengguna media sosial yang tidak melakukan crosscheck dan mudah percaya terhadap setiap berita yang tersebar di media sosial, maka hal ini sangat berbahaya.

Maka dari itu, untuk meminimalisir penyebaran hoaks yang begitu gencar, masyarakat perlu lebih mendalami pengetahuan mengenai literasi yang tentunya dapat membantu masyarakat dalam memilah-milah mana berita yang hoaks, dan mana berita yang bukan. Dengan adanya tingkat literasi masyarakat yang semakin baik, maka semakin berkurang masyarakat yang akan termakan berita hoaks.


















Comments